Jumat, 04 Maret 2011

Chapter 1

Aku sangat ingat akan momen itu. Ya,seperti biasa,aku selalu mengingat dan menyimpan semua momen-momen itu. Momen-momen yang sepertinya hanya special untuk diriku. 
Biarlah tetap menjadi seperti itu,aku sudah senang.

Dan mungkin,momen itu akan selalu aku ingat sepanjang hidupku. Pada sebuah chapter khusus,tentang aku dan,kamu tentu saja.

Mata biru sapphire itu,yang selalu aku ingin tatap darimu. Yang selalu menyejukkanku. Membuatku merasa damai dan tenang.

Aku, terjebak dalam medan magnet-mu. Aku tak tahu bagaimana caranya menjauh. Aku ferromagnetik. Kau mengerti kan? Ya,aku pasti akan selalu tertarik. Garis-garis gaya magnet-mu selalu berhasil menarikku kembali saat ku mencoba mendorong diriku jauh-jauh darimu.


Hari itu,matahari belum terlalu tinggi. Dari balik jendela,aku mendapatkanmu terduduk diam di bangkumu. Satu tanganmu memegang gitar,satu tangan lagi kau bebaskan. Ku hentikan langkahku,aku ingin melihat,menunggumu memainkan gitar itu. Tapi,tatapanmu lurus ke depan,tak ada tanda-tanda untuk memainkan gitarmu.

Lalu,jemarimu pun memetikkan senar-senar gitar itu. Aku dapat merasakan sengatan itu,sengatan melodi yang sangat indah menyentuh hatiku. Kau tahu itu? Aku ingin sekali mengatakan itu.

“Kau,yang dibalik jendela.Masuklah,” suara itu terdengar setelah kau menghentikan petikan gitarmu.

Dengan langkah gemetar aku memasuki kelas. Kau menatapku tajam,dan mata sapphire itu. Itu salah satu kelemahanku.

“Kenapa kau diam di luar?” tanyamu.

“Karena,…mmm karena aku takut mengganggu,” jawabku. Kau mendengus dan berdiri dari bangkumu,kau simpan gitar itu perlahan.

“Lebih baik menganggu daripada mengintip dari luar.” Ucapmu lalu kau pergi begitu saja. Kau tahu? Itu salah satu momen yang cukup menyakitkan untukku.
***

Aku tidak bisa mengatakan suka padamu. Tapi,aku tak bisa menyangkal bila kenyataannya aku benar-benar menyukaimu.

Hanya saja,kau tak pernah sedikit pun melihatku. Aku di sini,apa jangan-jangan kau tak menyadari keberadaanku? Apa aku hanya sebuah bayangan lalu? Karena kau selalu bersikap seperti itu,kau lebih dingin dari tumpukan es di kutub utara maupun kutub selatan. Kau selalu bersikap tak acuh,apa kau sadar itu?

Seharusnya aku sudah lama membencimu. Tapi,mata sapphire itu. Ah,memang benar-benar kelemahanku.

Bagaimana bisa aku menjauh darimu? Jika aku adalah bulan yang selau be-revolusi pada bumi? Yaitu,kau. Apa? Apa yang dapat ku lakukan. Jika aku selalu tertarik pada gravitasi bumi,dimana gravitasi bumi itu adalah kau.


Momen selanjutnya,

Puisi. Ah,aku selalu payah dalam puisi.

Tapi…..banyak orang bilang. Seseorang yang sedang menyukai seseorang biasanya selalu bisa membuat puisi tanpa di sadari. Jadi,puisi-puisi itu bagai mengalir langsung dari dalam jiwanya. Yang pasti,puisi bertemakan perasaan itu. Kau mengerti kan maksudku,

Dan aku kalah lagi darimu,
Puisi adalah hal yang mudah bagimu. Kau pintar dalam bidang itu,bahkan kau pintar dalam segala bidang. Tapi,aku tidak akan kalah darimu. Dengarlah ini,aku tak-akan-kalah-darimu-ya.

Puisi yang telah dibuat pun dikumpulkan. Aku yang menjadi pengumpulnya. Lalu terkumpul semua dan hendak ku bawa ke ruang guru. Namun,sebelum itu,aku duduk di bangku taman. Mencari nama-mu dalam tumpukan puisi itu. Dan kutemukan satu,kertas yang sepertinya akan menjadi kertas yang paling indah. Aku memegangnya perlahan dan membacanya baris per baris.

Bagai laut penuh badai,
Perahu yang terombang-ambing,
Mendekati terumbu karang,
Dan akhirnya karam..

Sebuah garis petir menghantam,
Menyengat menembus rongga dada,
Sejatinya aku adalah perahu itu,
Berlayar tanpa arah,
Tanpa nahkoda,

Sesuatu menarikku menembus lautan,
Bukan sebuah magnet,
Namun persis seperti magnet,
Mengulurkan tangannya padaku,

Lebih kuat dari sekedar magnet,
Tersungging senyum pada bibirnya,
Kulit putih nan merona,
Bagai porselen cantik dengan setangkai mawar,

Ia menarikku…



To be continued... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jumat, 04 Maret 2011

Chapter 1

Aku sangat ingat akan momen itu. Ya,seperti biasa,aku selalu mengingat dan menyimpan semua momen-momen itu. Momen-momen yang sepertinya hanya special untuk diriku. 
Biarlah tetap menjadi seperti itu,aku sudah senang.

Dan mungkin,momen itu akan selalu aku ingat sepanjang hidupku. Pada sebuah chapter khusus,tentang aku dan,kamu tentu saja.

Mata biru sapphire itu,yang selalu aku ingin tatap darimu. Yang selalu menyejukkanku. Membuatku merasa damai dan tenang.

Aku, terjebak dalam medan magnet-mu. Aku tak tahu bagaimana caranya menjauh. Aku ferromagnetik. Kau mengerti kan? Ya,aku pasti akan selalu tertarik. Garis-garis gaya magnet-mu selalu berhasil menarikku kembali saat ku mencoba mendorong diriku jauh-jauh darimu.


Hari itu,matahari belum terlalu tinggi. Dari balik jendela,aku mendapatkanmu terduduk diam di bangkumu. Satu tanganmu memegang gitar,satu tangan lagi kau bebaskan. Ku hentikan langkahku,aku ingin melihat,menunggumu memainkan gitar itu. Tapi,tatapanmu lurus ke depan,tak ada tanda-tanda untuk memainkan gitarmu.

Lalu,jemarimu pun memetikkan senar-senar gitar itu. Aku dapat merasakan sengatan itu,sengatan melodi yang sangat indah menyentuh hatiku. Kau tahu itu? Aku ingin sekali mengatakan itu.

“Kau,yang dibalik jendela.Masuklah,” suara itu terdengar setelah kau menghentikan petikan gitarmu.

Dengan langkah gemetar aku memasuki kelas. Kau menatapku tajam,dan mata sapphire itu. Itu salah satu kelemahanku.

“Kenapa kau diam di luar?” tanyamu.

“Karena,…mmm karena aku takut mengganggu,” jawabku. Kau mendengus dan berdiri dari bangkumu,kau simpan gitar itu perlahan.

“Lebih baik menganggu daripada mengintip dari luar.” Ucapmu lalu kau pergi begitu saja. Kau tahu? Itu salah satu momen yang cukup menyakitkan untukku.
***

Aku tidak bisa mengatakan suka padamu. Tapi,aku tak bisa menyangkal bila kenyataannya aku benar-benar menyukaimu.

Hanya saja,kau tak pernah sedikit pun melihatku. Aku di sini,apa jangan-jangan kau tak menyadari keberadaanku? Apa aku hanya sebuah bayangan lalu? Karena kau selalu bersikap seperti itu,kau lebih dingin dari tumpukan es di kutub utara maupun kutub selatan. Kau selalu bersikap tak acuh,apa kau sadar itu?

Seharusnya aku sudah lama membencimu. Tapi,mata sapphire itu. Ah,memang benar-benar kelemahanku.

Bagaimana bisa aku menjauh darimu? Jika aku adalah bulan yang selau be-revolusi pada bumi? Yaitu,kau. Apa? Apa yang dapat ku lakukan. Jika aku selalu tertarik pada gravitasi bumi,dimana gravitasi bumi itu adalah kau.


Momen selanjutnya,

Puisi. Ah,aku selalu payah dalam puisi.

Tapi…..banyak orang bilang. Seseorang yang sedang menyukai seseorang biasanya selalu bisa membuat puisi tanpa di sadari. Jadi,puisi-puisi itu bagai mengalir langsung dari dalam jiwanya. Yang pasti,puisi bertemakan perasaan itu. Kau mengerti kan maksudku,

Dan aku kalah lagi darimu,
Puisi adalah hal yang mudah bagimu. Kau pintar dalam bidang itu,bahkan kau pintar dalam segala bidang. Tapi,aku tidak akan kalah darimu. Dengarlah ini,aku tak-akan-kalah-darimu-ya.

Puisi yang telah dibuat pun dikumpulkan. Aku yang menjadi pengumpulnya. Lalu terkumpul semua dan hendak ku bawa ke ruang guru. Namun,sebelum itu,aku duduk di bangku taman. Mencari nama-mu dalam tumpukan puisi itu. Dan kutemukan satu,kertas yang sepertinya akan menjadi kertas yang paling indah. Aku memegangnya perlahan dan membacanya baris per baris.

Bagai laut penuh badai,
Perahu yang terombang-ambing,
Mendekati terumbu karang,
Dan akhirnya karam..

Sebuah garis petir menghantam,
Menyengat menembus rongga dada,
Sejatinya aku adalah perahu itu,
Berlayar tanpa arah,
Tanpa nahkoda,

Sesuatu menarikku menembus lautan,
Bukan sebuah magnet,
Namun persis seperti magnet,
Mengulurkan tangannya padaku,

Lebih kuat dari sekedar magnet,
Tersungging senyum pada bibirnya,
Kulit putih nan merona,
Bagai porselen cantik dengan setangkai mawar,

Ia menarikku…



To be continued... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar