Sabtu, 05 Maret 2011

Chapter 2

Aku menghela napas panjang. Hari terasa begitu berat. Lama-lama betis-ku bisa tambah besar,ya,aku selalu naik sepeda jika berangkat mau pun pulang sekolah. Ah,biarlah,daripada jalan kaki. Itu akan lebih membunuhku.

Ah,kau,matahari…kenapa terik sekali. Apa dari dulu memang seperti itu? Hanya terhalang oleh lapisan ozon..dan sekarang ozon sudah bolong-bolong..jadi,apakah panasmu yang asli memang seperti ini? Aku bisa gosong lama-lama..

Puisi itu..

‘..bagai porselen cantik dengan se-tangkai mawar..
Ia menarikku…’

Aku penasaran sekali dengan puisinya. Apa makna dari puisi itu? Terasa nyata,atau hanya perasaanku saja ya? Setiap kata-katanya,terasa.. Menyentuh sekali,dan ya seperti yang ku bilang,puisi itu terasa nyata. Apa pengalaman pribadinya? Kulit porselen? Se-tangkai mawar? Apa puisi itu ia buat untuk seorang perempuan? Ah..beruntung sekali perempuan itu..

Perlahan ku baringkan kepala ini di atas bantal. Rasanya begitu nikmat..kepalaku memang sudah terasa berat sekali. Dan di sepanjang perjalanan menuju rumah,kepalaku agak pusing.
Ku pejamkan mata. Mungkin aku memang butuh tidur siang untuk saat ini.




Dan puisi itu,wajahnya,mata sapphirenya..terus terbayang dalam ingatanku. Oh Tuhan..

Mimpi. Aku yakin ini mimpi. Karena aku tak mungkin bisa se-dekat ini dengannya. Duduk di sebuah bangku yang menghadap luasnya ladang bunga berwarna-warni. Matahari tetap bersinar,dan awan-awan ber-iring membuat kami merasa teduh.

Ku menoleh dan ku dapati kau memetik senar gitarmu perlahan. Mendentingkan nada-nada indah. Aku selalu suka suasana seperti ini. Tenang dan damai. Kau menoleh dan tersenyum padaku,sesuatu yang belum pernah ku dapatkan dalam dunia nyata. Aku tertawa miris,aku hanya bisa mendapatkannya dalam dunia mimpi. Benar begitu bukan?

Biarlah,aku juga bahagia bila hanya mimpi.

“Kenapa kau ada di dalam mimpiku?” tanyaku. Kau tersenyum,jemarimu tetap menari di atas senar-senar itu.

“Kau yang mengundangku,” jawabmu santai.

“Mengundang bagaimana?” tanyaku bingung. Kau tersenyum lagi. Tersenyumlah terus,karena senyummu itu hanya bisa ku dapatkan dalam dunia mimpi ini.

“Dengan memikirkanku.” Jawabmu. Aku terdiam. Begitukah kenyataannya? Sepertinya memang begitu.

“Jadi…setiap kali..aku memikirkanmu..kau..akan datang ke dalam mimpiku?” tanyaku hati-hati. Kau menoleh dan kini kau tertawa,

“Begitulah.” Jawabmu masih dengan nada santai.

Petikan gitarmu masih berlanjut. Aku hanya diam mendengarkan. Mimpi ini,terasa nyata,terlalu nyata bagiku. Aku sedih. Tapi,inilah kenyataan. Jika aku tak bisa menghadapi kenyataan,aku bisa hancur. Dan entah bagaimana caranya,kau yang selalu menguatkanku..

“Kau tidak lelah?” tanyamu lembut. Suara yang begitu lembut.

“Lelah?Lelah karena apa?” tanyaku balik. Kau tersenyum,lagi.

“Terus memikirkanku,apa kau membuat sebuah ruangan khusus di kepalamu itu untuk aku?” tanyamu. Aku tertawa pelan.

Dan aku mengangguk. “Apa tidak boleh?” tanyaku. Kau menggeleng. Berarti,kau tidak keberatan.

“Aku lelah,” ucapmu.

“Lelah kenapa?” tanyaku. Kau menoleh dan menatapku tepat di kedua mataku. Mata sapphire itu,membius.

“Lelah hanya menjadi mimpimu.” Jawabmu. Aku terdiam,perkataanmu..

“Hanya menjadi sebuah ilusi,imajinasimu,aku hanya menjadi bayangan semu.. Kau tahu? Itu membuatku lelah..” ucapmu lagi.

Aku masih terdiam,membisu.

“Tapi,..” Kau menghentikan petikan gitarmu. Aku menoleh dan kau juga,mata kita bertemu pada satu garis.

"..aku akan melakukannya hanya untukmu. Karenamu,” ucapmu.

Ku merasakan ada yang membuncah dari dalam hatiku dan aku menahannya segera sebelum sempat meledak.

Aku teringat. Ini hanya mimpi,hanya mimpi,ingat,ini hanya mimpi. Dan selalu akan begitu. Selalu akan menjadi mimpi.



To be continued..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sabtu, 05 Maret 2011

Chapter 2

Aku menghela napas panjang. Hari terasa begitu berat. Lama-lama betis-ku bisa tambah besar,ya,aku selalu naik sepeda jika berangkat mau pun pulang sekolah. Ah,biarlah,daripada jalan kaki. Itu akan lebih membunuhku.

Ah,kau,matahari…kenapa terik sekali. Apa dari dulu memang seperti itu? Hanya terhalang oleh lapisan ozon..dan sekarang ozon sudah bolong-bolong..jadi,apakah panasmu yang asli memang seperti ini? Aku bisa gosong lama-lama..

Puisi itu..

‘..bagai porselen cantik dengan se-tangkai mawar..
Ia menarikku…’

Aku penasaran sekali dengan puisinya. Apa makna dari puisi itu? Terasa nyata,atau hanya perasaanku saja ya? Setiap kata-katanya,terasa.. Menyentuh sekali,dan ya seperti yang ku bilang,puisi itu terasa nyata. Apa pengalaman pribadinya? Kulit porselen? Se-tangkai mawar? Apa puisi itu ia buat untuk seorang perempuan? Ah..beruntung sekali perempuan itu..

Perlahan ku baringkan kepala ini di atas bantal. Rasanya begitu nikmat..kepalaku memang sudah terasa berat sekali. Dan di sepanjang perjalanan menuju rumah,kepalaku agak pusing.
Ku pejamkan mata. Mungkin aku memang butuh tidur siang untuk saat ini.




Dan puisi itu,wajahnya,mata sapphirenya..terus terbayang dalam ingatanku. Oh Tuhan..

Mimpi. Aku yakin ini mimpi. Karena aku tak mungkin bisa se-dekat ini dengannya. Duduk di sebuah bangku yang menghadap luasnya ladang bunga berwarna-warni. Matahari tetap bersinar,dan awan-awan ber-iring membuat kami merasa teduh.

Ku menoleh dan ku dapati kau memetik senar gitarmu perlahan. Mendentingkan nada-nada indah. Aku selalu suka suasana seperti ini. Tenang dan damai. Kau menoleh dan tersenyum padaku,sesuatu yang belum pernah ku dapatkan dalam dunia nyata. Aku tertawa miris,aku hanya bisa mendapatkannya dalam dunia mimpi. Benar begitu bukan?

Biarlah,aku juga bahagia bila hanya mimpi.

“Kenapa kau ada di dalam mimpiku?” tanyaku. Kau tersenyum,jemarimu tetap menari di atas senar-senar itu.

“Kau yang mengundangku,” jawabmu santai.

“Mengundang bagaimana?” tanyaku bingung. Kau tersenyum lagi. Tersenyumlah terus,karena senyummu itu hanya bisa ku dapatkan dalam dunia mimpi ini.

“Dengan memikirkanku.” Jawabmu. Aku terdiam. Begitukah kenyataannya? Sepertinya memang begitu.

“Jadi…setiap kali..aku memikirkanmu..kau..akan datang ke dalam mimpiku?” tanyaku hati-hati. Kau menoleh dan kini kau tertawa,

“Begitulah.” Jawabmu masih dengan nada santai.

Petikan gitarmu masih berlanjut. Aku hanya diam mendengarkan. Mimpi ini,terasa nyata,terlalu nyata bagiku. Aku sedih. Tapi,inilah kenyataan. Jika aku tak bisa menghadapi kenyataan,aku bisa hancur. Dan entah bagaimana caranya,kau yang selalu menguatkanku..

“Kau tidak lelah?” tanyamu lembut. Suara yang begitu lembut.

“Lelah?Lelah karena apa?” tanyaku balik. Kau tersenyum,lagi.

“Terus memikirkanku,apa kau membuat sebuah ruangan khusus di kepalamu itu untuk aku?” tanyamu. Aku tertawa pelan.

Dan aku mengangguk. “Apa tidak boleh?” tanyaku. Kau menggeleng. Berarti,kau tidak keberatan.

“Aku lelah,” ucapmu.

“Lelah kenapa?” tanyaku. Kau menoleh dan menatapku tepat di kedua mataku. Mata sapphire itu,membius.

“Lelah hanya menjadi mimpimu.” Jawabmu. Aku terdiam,perkataanmu..

“Hanya menjadi sebuah ilusi,imajinasimu,aku hanya menjadi bayangan semu.. Kau tahu? Itu membuatku lelah..” ucapmu lagi.

Aku masih terdiam,membisu.

“Tapi,..” Kau menghentikan petikan gitarmu. Aku menoleh dan kau juga,mata kita bertemu pada satu garis.

"..aku akan melakukannya hanya untukmu. Karenamu,” ucapmu.

Ku merasakan ada yang membuncah dari dalam hatiku dan aku menahannya segera sebelum sempat meledak.

Aku teringat. Ini hanya mimpi,hanya mimpi,ingat,ini hanya mimpi. Dan selalu akan begitu. Selalu akan menjadi mimpi.



To be continued..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar