Sabtu, 12 Maret 2011

Chapter 4


Aku berada dalam mimpiku.

Aku melihatnya. Duduk di atas terumbu karang memandang lautan lepas. Debur ombak sesekali menyerbunya,namun ia tetap bergeming.Ia mengenakan hoodie hitamnya,ia tampak begitu tampan.

Aku berjalan,aku tak merasa kakiku bergerak,dan tiba-tiba saja aku sudah duduk di dekatnya. Memandang lautan lepas secara bersamaan. Angin laut berusaha menghempas,namun kita tetap bertahan.

“Aku mengundangmu lagi kan?” tanyaku.

Ia menoleh,”Ya,” jawabnya singkat.

“Apa ada yang salah?” tanyaku.

Ia menoleh lagi dan menggelengkan kepala. Ia menatapku dan tersenyum.

“Ikut aku!” ajaknya menarik tanganku. Saat kita berdiri,semuanya berubah. Kita sudah berada di pinggir danau. Danau yang indah. Ya,menurutku begitu karena selama ini aku belum pernah mengunjungi sebuah danau.

Ia menuntunku menaiki sebuah perahu kayu kecil. Ia pun naik dan duduk di hadapanku. Perahu pun maju secara perlahan.

“Kau suka?” tanyanya. Aku mengangguk senang. Danau ini warnanya begitu jernih. Danau ini terletak di antara tebing-tebing dan tanaman-tanaman indah yang merambat.

Tiba-tiba terdengar suara dentingan gitar. Aku segera menoleh dan ku lihat ia sudah memainkan gitarnya. Sejak kapan ada gitar? Hah,baru ku sadari.Ini kan sebuah mimpi,segalanya dapat terjadi.

 *Does he watch your favorite movies?
Does he hold you when you cry?
Does he let you tell him all your favorite parts
When you've seen it a million times?

Suara itu seperti menyihirku. Membuatku terdiam menatapnya. Suaranya yang lembut…

*Does he do all these things
Like I used to?
….

Tidak. Dirimu yang di dalam dunia nyata tidak melakukan semua itu. Dia bahkan tak tahu apa film favoritku. Dia pun bahkan tidak pernah melihatku menangis. Bahkan,kita jarang mengobrol,jadi bagaimana caranya aku memberitahunya bagian-bagian terindah dalam hidupku?Hanya kau yang mungkin bisa melakukan itu semua.

“Tidak ya?Dia tidak melakukan itu semua ya?” tanyamu seakan dapat membaca pikiranku.

Aku menggelengkan kepalaku.

"Bodoh,” ucapmu. Aku hanya bisa tertawa,meski terdengar parau.

“Dia tak pernah melihatku. Mungkin,dia bahkan tak sadar akan kehadiranku.Aku seperti hanya numpang lewat saja.” Jawabku.

“Kenapa kau tidak membuatnya tahu?” tanyamu.

“Hah?Tahu tentang apa?” tanyaku balik.

Kau terdiam. Perahu terus berjalan pelan. Udara di sini begitu segar.

“Buat dia tahu tentang perasaanmu,” jawabmu perlahan,seakan takut menerima jawabanku nantinya.

Aku tertawa keras. Membuatnya tahu tentang perasaanku? Yang benar saja,itu sepertinya takkan mungkin terjadi. Kalaupun nanti dia tahu,dia takkan peduli. Aku tahu,dia hanya mengurusi urusan yang penting-penting saja.

“Gak mungkin-lah,aku gak mungkin kasih tahu dia.” Jawabku. Tak ada balasan lagi,kami berdua terdiam. Menikmati dunia masing-masing. Tiba-tiba aku mendengar suara air yang deras dari belakangku. Ku tatap dirinya,ia tersenyum padaku. Senyum yang berbeda,

“Ayo!” ajaknya hendak menarik tanganku.

“Hah?Ayo apa?!” tanyaku kaget. Ia tertawa.

Kita nyebur,karena di ujung sana ada air terjun.Gak mau jatuh kan?” tanyanya,masih dengan senyum yang berbeda,seperti…senyum jahil.

“Hah?!” teriakku kaget. Tapi,”..ini kan dunia mimpi,kalo jatuh pun gak akan sakit..” ucapku.

Ia tertawa lalu kali ini berhasil menarik tanganku dan mencengkeramnya dengan kuat.

Belum sempat aku menolak,ia sudah menarikku jatuh.. perahu kami terbalik. Hawa dingin menyeruak,ini seperti nyata,terlalu nyata.. Kaki dan tanganku terus bergerak panik. Satu tanganku masih dicengkeram kuat.

“Tenanglah!Lihat!” teriaknya keras sembari menghentakkan tanganku. Aku tersadar dan menatap apa yang ada di depanku. Terumbu karang… Hah?Tunggu!Terumbu karang?!

“Bukannya di danau tidak ada terumbu karang ya?” tanyaku. Ku dengar suara tawa.Lho?Bagaimana bisa tertawa dalam air? Dan..ah,saat aku bicara..aku tidak merasa sesak..tak sedikitpun air masuk ke dalam mulutku.. Ah,apa ini.. Ah iya,ini kan mimpi.

“Siapa yang bilang kita ada di danau?Kita sekarang ada di dalam taman laut Bunaken..” jawabnya.

Aku menatapnya tak percaya. Tak percaya akan apa yang baru saja ia katakan.

“Ba-bagaimana bi..sa?” tanyaku. Ia tertawa lagi,ah tawa itu..

“Sudah,jangan dipikirkan,ayo ikuti aku!” ucapnya lalu melepaskan tanganku.

Tak kusangka,aku langsung hilang keseimbangan. Aku berusaha untuk menyeimbangkan tubuhku tapi begitu sulit. Ku lihat,ia sudah berenang jauh. Aku mencoba memanggilnya namun saat aku akan berteriak,tiba-tiba air masuk ke dalam mulutku dengan cepat. Aku memejamkan mata. Kedua tangan dan kakiku terus bergerak naik turun. Aku mulai panik. Aku berteriak lagi namun semakin banyak air yang masuk ke dalam mulutku. Ku merasakan hatiku bergemuruh kencang.

“Tristaaaan!” tiba-tiba teriakan itu keluar begitu saja.

Air kembali masuk ke dalam mulutku.Mengoyak,memaksa masuk ke dalam mulutku. Aku tersedak beberapa kali. Aku merasakan tubuhku lemas. Perlahan aku membuka mata. Aku melihatnya,terdiam menatapku. Wajahnya datar. Tak ada ekspresi apapun,atau mungkin aku tak bisa membaca ekspresinya.. Ku rasakan tubuhku mulai jatuh ke bawah,menuju dasar laut. Tanganku bergerak perlahan mencoba menggapai-gapainya atau sekedar memintanya untuk segera menarikku kembali.

Ku mohon,tarik aku kembali.. jangan diam saja.. apa yang kau lakukan? Tarik aku kembali.. tolonglah.. tarik aku kembali.. jangan biarkan aku terjatuh..

Namun,ia hanya terdiam. Terdiam menatapku jatuh. Jauh menuju dasar laut. Tubuhku terasa semakin lemah. Tanganku terkulai ke bawah. Dan semua,

Gelap begitu saja. 

Tristan. 

Aku sempat menyebut nama itu tepat saat kedua mataku kembali terpejam.




* A Rocket to The Moon - Like We Used To

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sabtu, 12 Maret 2011

Chapter 4


Aku berada dalam mimpiku.

Aku melihatnya. Duduk di atas terumbu karang memandang lautan lepas. Debur ombak sesekali menyerbunya,namun ia tetap bergeming.Ia mengenakan hoodie hitamnya,ia tampak begitu tampan.

Aku berjalan,aku tak merasa kakiku bergerak,dan tiba-tiba saja aku sudah duduk di dekatnya. Memandang lautan lepas secara bersamaan. Angin laut berusaha menghempas,namun kita tetap bertahan.

“Aku mengundangmu lagi kan?” tanyaku.

Ia menoleh,”Ya,” jawabnya singkat.

“Apa ada yang salah?” tanyaku.

Ia menoleh lagi dan menggelengkan kepala. Ia menatapku dan tersenyum.

“Ikut aku!” ajaknya menarik tanganku. Saat kita berdiri,semuanya berubah. Kita sudah berada di pinggir danau. Danau yang indah. Ya,menurutku begitu karena selama ini aku belum pernah mengunjungi sebuah danau.

Ia menuntunku menaiki sebuah perahu kayu kecil. Ia pun naik dan duduk di hadapanku. Perahu pun maju secara perlahan.

“Kau suka?” tanyanya. Aku mengangguk senang. Danau ini warnanya begitu jernih. Danau ini terletak di antara tebing-tebing dan tanaman-tanaman indah yang merambat.

Tiba-tiba terdengar suara dentingan gitar. Aku segera menoleh dan ku lihat ia sudah memainkan gitarnya. Sejak kapan ada gitar? Hah,baru ku sadari.Ini kan sebuah mimpi,segalanya dapat terjadi.

 *Does he watch your favorite movies?
Does he hold you when you cry?
Does he let you tell him all your favorite parts
When you've seen it a million times?

Suara itu seperti menyihirku. Membuatku terdiam menatapnya. Suaranya yang lembut…

*Does he do all these things
Like I used to?
….

Tidak. Dirimu yang di dalam dunia nyata tidak melakukan semua itu. Dia bahkan tak tahu apa film favoritku. Dia pun bahkan tidak pernah melihatku menangis. Bahkan,kita jarang mengobrol,jadi bagaimana caranya aku memberitahunya bagian-bagian terindah dalam hidupku?Hanya kau yang mungkin bisa melakukan itu semua.

“Tidak ya?Dia tidak melakukan itu semua ya?” tanyamu seakan dapat membaca pikiranku.

Aku menggelengkan kepalaku.

"Bodoh,” ucapmu. Aku hanya bisa tertawa,meski terdengar parau.

“Dia tak pernah melihatku. Mungkin,dia bahkan tak sadar akan kehadiranku.Aku seperti hanya numpang lewat saja.” Jawabku.

“Kenapa kau tidak membuatnya tahu?” tanyamu.

“Hah?Tahu tentang apa?” tanyaku balik.

Kau terdiam. Perahu terus berjalan pelan. Udara di sini begitu segar.

“Buat dia tahu tentang perasaanmu,” jawabmu perlahan,seakan takut menerima jawabanku nantinya.

Aku tertawa keras. Membuatnya tahu tentang perasaanku? Yang benar saja,itu sepertinya takkan mungkin terjadi. Kalaupun nanti dia tahu,dia takkan peduli. Aku tahu,dia hanya mengurusi urusan yang penting-penting saja.

“Gak mungkin-lah,aku gak mungkin kasih tahu dia.” Jawabku. Tak ada balasan lagi,kami berdua terdiam. Menikmati dunia masing-masing. Tiba-tiba aku mendengar suara air yang deras dari belakangku. Ku tatap dirinya,ia tersenyum padaku. Senyum yang berbeda,

“Ayo!” ajaknya hendak menarik tanganku.

“Hah?Ayo apa?!” tanyaku kaget. Ia tertawa.

Kita nyebur,karena di ujung sana ada air terjun.Gak mau jatuh kan?” tanyanya,masih dengan senyum yang berbeda,seperti…senyum jahil.

“Hah?!” teriakku kaget. Tapi,”..ini kan dunia mimpi,kalo jatuh pun gak akan sakit..” ucapku.

Ia tertawa lalu kali ini berhasil menarik tanganku dan mencengkeramnya dengan kuat.

Belum sempat aku menolak,ia sudah menarikku jatuh.. perahu kami terbalik. Hawa dingin menyeruak,ini seperti nyata,terlalu nyata.. Kaki dan tanganku terus bergerak panik. Satu tanganku masih dicengkeram kuat.

“Tenanglah!Lihat!” teriaknya keras sembari menghentakkan tanganku. Aku tersadar dan menatap apa yang ada di depanku. Terumbu karang… Hah?Tunggu!Terumbu karang?!

“Bukannya di danau tidak ada terumbu karang ya?” tanyaku. Ku dengar suara tawa.Lho?Bagaimana bisa tertawa dalam air? Dan..ah,saat aku bicara..aku tidak merasa sesak..tak sedikitpun air masuk ke dalam mulutku.. Ah,apa ini.. Ah iya,ini kan mimpi.

“Siapa yang bilang kita ada di danau?Kita sekarang ada di dalam taman laut Bunaken..” jawabnya.

Aku menatapnya tak percaya. Tak percaya akan apa yang baru saja ia katakan.

“Ba-bagaimana bi..sa?” tanyaku. Ia tertawa lagi,ah tawa itu..

“Sudah,jangan dipikirkan,ayo ikuti aku!” ucapnya lalu melepaskan tanganku.

Tak kusangka,aku langsung hilang keseimbangan. Aku berusaha untuk menyeimbangkan tubuhku tapi begitu sulit. Ku lihat,ia sudah berenang jauh. Aku mencoba memanggilnya namun saat aku akan berteriak,tiba-tiba air masuk ke dalam mulutku dengan cepat. Aku memejamkan mata. Kedua tangan dan kakiku terus bergerak naik turun. Aku mulai panik. Aku berteriak lagi namun semakin banyak air yang masuk ke dalam mulutku. Ku merasakan hatiku bergemuruh kencang.

“Tristaaaan!” tiba-tiba teriakan itu keluar begitu saja.

Air kembali masuk ke dalam mulutku.Mengoyak,memaksa masuk ke dalam mulutku. Aku tersedak beberapa kali. Aku merasakan tubuhku lemas. Perlahan aku membuka mata. Aku melihatnya,terdiam menatapku. Wajahnya datar. Tak ada ekspresi apapun,atau mungkin aku tak bisa membaca ekspresinya.. Ku rasakan tubuhku mulai jatuh ke bawah,menuju dasar laut. Tanganku bergerak perlahan mencoba menggapai-gapainya atau sekedar memintanya untuk segera menarikku kembali.

Ku mohon,tarik aku kembali.. jangan diam saja.. apa yang kau lakukan? Tarik aku kembali.. tolonglah.. tarik aku kembali.. jangan biarkan aku terjatuh..

Namun,ia hanya terdiam. Terdiam menatapku jatuh. Jauh menuju dasar laut. Tubuhku terasa semakin lemah. Tanganku terkulai ke bawah. Dan semua,

Gelap begitu saja. 

Tristan. 

Aku sempat menyebut nama itu tepat saat kedua mataku kembali terpejam.




* A Rocket to The Moon - Like We Used To

Tidak ada komentar:

Posting Komentar