Minggu, 03 Juli 2011

Chapter 6

Tristan’s P.O.V

Kemana dia? Bel sudah berbunyi sekitar 2 menit yang lalu,kami sudah baris. Tapi, dimana dia? Apa dia telat lagi? Dia sudah memecahkan rekor saat upacara waktu itu, dan sekarang telat lagi? Apa dia belum puas dengan rekornya itu? Hahaha.

“Nesha!” seru Anna. Aku menoleh ke arah suara Anna di samping kiriku, lalu aku mengikuti pandangannya ke belakang. Dan.. oh ya, di sanalah dia, seperti biasa, selalu… cantik J Dia masih terus berlari sampai di samping Anna, tertawa namun terlihat lelah, ya, mungkin dia sudah berlarian jauh daritadi.

Aku sedikit mencuri pembicaraan mereka,
“Kamu telat aja ih!” ucap Anna.

Dia tertawa,”Hehe.. tapi kali ini gak telat-telat amat kan?” Aku jadi ikut tertawa mendengar ucapannya itu. Tapi, dengan sekuat tenaga aku menelan kembali tawa itu.

“Iya sih,tapi kan sama-“

“PERMISIIIII!!!!” Seru seseorang dari arah belakang, Dion, anak kelas sebelah- BRUG!!!

“Aduh!” seru Nesha. Ku lihat, dia sudah terjatuh duduk di bawah lantai.

“Maaf!” seru Dion yang ternyata telah menabrak Nesha, anak itu tetap berlari menuju kelasnya, Dion juga sepertinya telat.

Dengan cepat aku membantu Nesha berdiri, begitu juga Anna,sahabatnya. Aku mengangkat lengan kanan Nesha secara perlahan. Lengannya tiba-tiba bergetar, dia menoleh ke arahku, menatapku kaget, kedua matanya terbelalak, lalu dia mengibaskan tanganku.

“Eh-maaf.” Ucapnya cepat lalu berdiri dan masuk ke dalam barisan. Dia berdiri di belakang Anna. Anna menatapku dan Nesha secara bergantian dan Anna membisikkan sesuatu ke Nesha lalu tertawa kecil. Anna membisikkan apa? Ah-sudahlah.

Aku menatap ke bawah dan… origami?! Sepertinya aku familiar dengan origami ini? Bentuk bangau, apa jangan-jangan ini origami yang… Ah,iya! Aku cepat mengambil origami itu lalu ku simpan di dalam saku celanaku. Mungkin origami ini jatuh dari tas-nya Nesha saat dia tadi jatuh di sampingku.
***
Waktu istirahat.

“Tan, ikut ke kantin?” tanya Dimas mengejutkanku.

“Ah? Nggg gak deh.” Jawabku.

“Oke deh,” balasnya lalu pergi keluar kelas. Aku diam, tanganku di kolong bangku memegang erat origami bangau milikku yang ku berikan padanya. Apa harus aku kembalikan lagi padanya? Tapi, kemarin saja waktu aku kasih itu rasanya gugup sekali! Apa aku harus mengulang rasa gugup itu lagi? Aah… kenapa pakai jatuh segala sih? Tapi, origami ini sekarang miliknya…Setidaknya aku bisa memberikan dia sesuatu.

Ku lirik bangkunya, Nesha sedang duduk sendiri. Seperti biasa, ada buku dan pensil juga penghapus, dia pasti sedang menggambar. Apa aku akan mengembalikan origami ini padanya sekarang? Kelas tidak terlalu sepi namun tidak terlalu ramai juga. Hm,baiklah, akan ku kembalikan sekarang!

Aku pun berdiri dari bangkuku dan melangkah mendekatinya. Satu langkah lagi,… jantungku berdegup kencang…

“Nesha!” seru Anna dari ujung pintu kelas. Aku segera membalikkan badan dan kembali berjalan ke bangku. Ah- hampir saja!

Saat aku duduk, Anna melihatku dengan mata menyidik. Oh tidak, apa yang dia pikirkan?
***
Pulang sekolah.

Ini kesempatan terakhirku. Apa akan aku berikan sekarang? Aku menaikan kursi ke atas meja lalu diam, mengamatinya hingga dia sendirian. Ah, Anna masih berada di dekatnya. Pulanglah Anna! Go home! Tapi, dia malah menatapku dengan kening berkerut, aku langsung menatap ke arah lain. Oh, damn!

“Tan, jadi ikut ke rumahnya si Alan gak?” tanya Dimas mengejutkanku.

“Lo gak apa-apa,Tan?” tanya Dimas lagi yang melihatku terkejut. Aku menggeleng.

“Gak, gue gak apa-apa. Hm, kayaknya gue hari ini gak bisa ikut dulu, hehe.” Jawabku.

“Yah, gue kira ikut lo. Ya udah deh gak apa-apa. Lo kenapa sih? Kayaknya kaget bener.” Tanya Dimas masih penasaran.

“Ah? Gak kok gue baik-baik aja. Udahlah, lo jangan sok perhatian gitu!” balasku. Dimas menjitak kepalaku.

“Bahasa lo! Gak banget! Gue duluan!” serunya berjalan meninggalkanku.

“Oke,Dim!” balasku.

Saat ku menoleh ke arah Nesha- she’s gone! Ah! Meleset lagi. Kemana dia? Anna juga tidak ada. Yang tersisa hanya anak-anak yang piket hari ini. Aku pun berjalan cepat keluar kelas. Mungkin Nesha dan Anna sudah pulang. Mungkin aku masih bisa mencegat Nesha. Origami ini, harus ku kembalikan hari ini juga! Oke! Tidak peduli di depan siapapun!

Ah itu dia sedang berbicara dengan teman di kelas sebelah! Aku langsung membalikkan badan. Oh, payah! Sesekali aku melirik ke belakang, Nesha masih terus berbicara dengan temannya. Saat aku menoleh ke belakang lagi, Nesha sudah tidak ada! Aku kembali berjalan, mungkin dia belum jauh. Aku dengan cepat menyelinap di antara kerumunan anak-anak lain yang akan pulang. Menuruni tangga dengan cepat, dan ya kulihat dia sedang berjalan di koridor setelah tangga, sendirian! Aku mempercepat langkahku. Aku pun berada di belakangnya dan tiba-tiba Dimas muncul!

“Eh,Tan!” Seru Dimas. Nesha berbalik dan melihatku, dia tampak terkejut. Aku langsung berjalan menuju Dimas dengan cepat.

“Eh,Dim!” balasku. Nesha pun berjalan di samping kami. Tak menoleh atau apapun. Lurus begitu saja.

“Nesha!” tiba-tiba aku memanggilnya. Oh,sungguh aku memanggilnya?! Nesha berbalik dan menatapku bingung. Mau tak mau aku meninggalkan Dimas dan berjalan mendekati Nesha. Meskipun sekitar ku ramai, aku bisa mendengar detak jantungku sendiri O_O

“Kenapa,Tan?” tanya Nesha. Kau tahu? Suara itu! Mengapa suara itu begitu lembut di telingaku -_- Aku tidak berlebihan, itulah kenyataan yang ku rasakan.

“Ini, aku mau kemba-“ Aku merogoh saku celanaku, tidak ada apa-apa! Sial! Aku kembali merogoh-rogoh, kosong, benar-benar kosong! Nesha menatapku.

“Kenapa,Tan?” tanyanya lagi. Pertanyaan yang sama. Aku cengar-cengir.

“Gak jadi.” Jawabku pelan. Dia menatapku kaget lalu tertawa kecil.

“Oh, baiklah.” Balasnya lalu berjalan pergi meninggalkanku. Ingin ku kembali memanggilnya, tapi untuk apa? Origami itu hilang. Karena ku.
***
Nesha’s P.O.V

Aneh, tadi Tristan kenapa manggil aku? Pas ditanya kenapa, dia malah bilang gak jadi, mukanya juga kayak panik. Kenapa ya? Oh iya, origaminya hilang… Seingatku aku masukkan ke dalam tas tapi tidak ada. Dan tadi pagi juga dia membantuku untuk berdiri saat jatuh hihi, senang-

“Eh senangnya!” Tiba-tiba pedal sepedaku menjadi begitu longgar, sepedanya oleng dan aku hampir jatuh. Aku diamkan sepedaku, lalu aku lihat ke bawah dan… ah rantainya copot! Aku segera turun dari sepeda dan meminggirknnya, tak lupa ku pasang standar agar sepedanya bisa berdiri. Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal, artinya aku bingung dan pusing! 

Bagaimana ini? Aku tidak bisa pulang kalau rantainya copot. Aku juga tidak tahu bagaimana cara memasangnya kembali.

“Hmm, mungkin aku coba saja dulu.” Ucapku pada diri sendiri, perlahan aku jongkok dan mulai mencoba memasang rantai itu kembali. Duh, rantai ini kotor sekali, jari-jariku jadi hitam, ah peduli amat! Aku terus mencoba memasang rantai itu kembali tapi sulit!

“Nesha?” suara itu mengejutkanku, suara yang ku hapal. Aku menoleh perlahan dan ya,

“Tristan?”

“Kamu ngapain? Tangan kamu?” tanyanya melihat tanganku yang kotor.

“Hehehe, biasa,rantainya copot.” Jawabku berdiri sembari cengar-cengir. Tristan manggut-manggut.

“Aku bantu ya,” ucapnya lalu jongkok dan berkumul dengan rantaiku yang copot. Tak lama kemudian, rantai itu pun terpasang kembali.

“Nah, sudah selesai. Mudah kok!” ucapnya sambil tersenyum. Aku balas tersenyum.

“Makasih ya.” Balasku pelan.

“Oh iya, karena tangan kita kotor..” ucapnya merogoh saku celana kananya, ia mengeluarkan selembar sapu tangan.

“Sini tangan kamu.” Ucapnya.

“Hah?”

“Sini,” ucapnya lalu meraih telapak tanganku yang kotor dan mengelapnya secara perlahan. Ku merasakan wajahku panas. Dan tanpa sadar ku menarik napasku. Tak ku sangka Tristan bisa bersikap seperti ini..

“Nes, kok tangan kamu panas ya?” tanya Tristan. Aku langsung menarik tanganku cepat.

Ia menatapku dan tertawa lepas,” Aku bercanda kok.” Ucapnya, kali ini ia membersihkan telapak tangannya sendiri.

“Oh iya,” ucapku tertahan. 

Tristan menatapku, “Kenapa?” tanyanya.

“Mmm…itu.. origaminya.. hilang.” Jawabku. Ku lihat wajah Tristan, ia nampak terkejut!

“Oh itu..” ucapnya dengan wajah yang kembali tenang.

“Nanti aku buatkan lagi.” Lanjutnya. Aku terkejut.

“Kamu gak marah?” tanyaku. 

Ia tertawa. “Buat apa marah? Toh origami itu gak akan balik lagi kan?”

Aku mengangguk pelan. Lalu kami terdiam.

“Oh ya, kamu pulangnya ke arah sana kan?” tanyanya menunjuk jalan di belakangku.

“Iya, kenapa?” tanyaku.

Ia tersenyum, “Bareng yuk?Aku yang bawa sepedanya, kamu aku bonceng. Gimana?” tawarnya.

Jantungku berdebar, rasanya seperti akan meledak. Lalu aku mengangguk dan tersenyum.

“Boleh.” Jawabku.

Kami pun pulang bersama! Ya bersama! Entah mengapa hari ini terasa begitu indah... apa karena ada Tristan di dekatku? Hihihi...
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Minggu, 03 Juli 2011

Chapter 6

Tristan’s P.O.V

Kemana dia? Bel sudah berbunyi sekitar 2 menit yang lalu,kami sudah baris. Tapi, dimana dia? Apa dia telat lagi? Dia sudah memecahkan rekor saat upacara waktu itu, dan sekarang telat lagi? Apa dia belum puas dengan rekornya itu? Hahaha.

“Nesha!” seru Anna. Aku menoleh ke arah suara Anna di samping kiriku, lalu aku mengikuti pandangannya ke belakang. Dan.. oh ya, di sanalah dia, seperti biasa, selalu… cantik J Dia masih terus berlari sampai di samping Anna, tertawa namun terlihat lelah, ya, mungkin dia sudah berlarian jauh daritadi.

Aku sedikit mencuri pembicaraan mereka,
“Kamu telat aja ih!” ucap Anna.

Dia tertawa,”Hehe.. tapi kali ini gak telat-telat amat kan?” Aku jadi ikut tertawa mendengar ucapannya itu. Tapi, dengan sekuat tenaga aku menelan kembali tawa itu.

“Iya sih,tapi kan sama-“

“PERMISIIIII!!!!” Seru seseorang dari arah belakang, Dion, anak kelas sebelah- BRUG!!!

“Aduh!” seru Nesha. Ku lihat, dia sudah terjatuh duduk di bawah lantai.

“Maaf!” seru Dion yang ternyata telah menabrak Nesha, anak itu tetap berlari menuju kelasnya, Dion juga sepertinya telat.

Dengan cepat aku membantu Nesha berdiri, begitu juga Anna,sahabatnya. Aku mengangkat lengan kanan Nesha secara perlahan. Lengannya tiba-tiba bergetar, dia menoleh ke arahku, menatapku kaget, kedua matanya terbelalak, lalu dia mengibaskan tanganku.

“Eh-maaf.” Ucapnya cepat lalu berdiri dan masuk ke dalam barisan. Dia berdiri di belakang Anna. Anna menatapku dan Nesha secara bergantian dan Anna membisikkan sesuatu ke Nesha lalu tertawa kecil. Anna membisikkan apa? Ah-sudahlah.

Aku menatap ke bawah dan… origami?! Sepertinya aku familiar dengan origami ini? Bentuk bangau, apa jangan-jangan ini origami yang… Ah,iya! Aku cepat mengambil origami itu lalu ku simpan di dalam saku celanaku. Mungkin origami ini jatuh dari tas-nya Nesha saat dia tadi jatuh di sampingku.
***
Waktu istirahat.

“Tan, ikut ke kantin?” tanya Dimas mengejutkanku.

“Ah? Nggg gak deh.” Jawabku.

“Oke deh,” balasnya lalu pergi keluar kelas. Aku diam, tanganku di kolong bangku memegang erat origami bangau milikku yang ku berikan padanya. Apa harus aku kembalikan lagi padanya? Tapi, kemarin saja waktu aku kasih itu rasanya gugup sekali! Apa aku harus mengulang rasa gugup itu lagi? Aah… kenapa pakai jatuh segala sih? Tapi, origami ini sekarang miliknya…Setidaknya aku bisa memberikan dia sesuatu.

Ku lirik bangkunya, Nesha sedang duduk sendiri. Seperti biasa, ada buku dan pensil juga penghapus, dia pasti sedang menggambar. Apa aku akan mengembalikan origami ini padanya sekarang? Kelas tidak terlalu sepi namun tidak terlalu ramai juga. Hm,baiklah, akan ku kembalikan sekarang!

Aku pun berdiri dari bangkuku dan melangkah mendekatinya. Satu langkah lagi,… jantungku berdegup kencang…

“Nesha!” seru Anna dari ujung pintu kelas. Aku segera membalikkan badan dan kembali berjalan ke bangku. Ah- hampir saja!

Saat aku duduk, Anna melihatku dengan mata menyidik. Oh tidak, apa yang dia pikirkan?
***
Pulang sekolah.

Ini kesempatan terakhirku. Apa akan aku berikan sekarang? Aku menaikan kursi ke atas meja lalu diam, mengamatinya hingga dia sendirian. Ah, Anna masih berada di dekatnya. Pulanglah Anna! Go home! Tapi, dia malah menatapku dengan kening berkerut, aku langsung menatap ke arah lain. Oh, damn!

“Tan, jadi ikut ke rumahnya si Alan gak?” tanya Dimas mengejutkanku.

“Lo gak apa-apa,Tan?” tanya Dimas lagi yang melihatku terkejut. Aku menggeleng.

“Gak, gue gak apa-apa. Hm, kayaknya gue hari ini gak bisa ikut dulu, hehe.” Jawabku.

“Yah, gue kira ikut lo. Ya udah deh gak apa-apa. Lo kenapa sih? Kayaknya kaget bener.” Tanya Dimas masih penasaran.

“Ah? Gak kok gue baik-baik aja. Udahlah, lo jangan sok perhatian gitu!” balasku. Dimas menjitak kepalaku.

“Bahasa lo! Gak banget! Gue duluan!” serunya berjalan meninggalkanku.

“Oke,Dim!” balasku.

Saat ku menoleh ke arah Nesha- she’s gone! Ah! Meleset lagi. Kemana dia? Anna juga tidak ada. Yang tersisa hanya anak-anak yang piket hari ini. Aku pun berjalan cepat keluar kelas. Mungkin Nesha dan Anna sudah pulang. Mungkin aku masih bisa mencegat Nesha. Origami ini, harus ku kembalikan hari ini juga! Oke! Tidak peduli di depan siapapun!

Ah itu dia sedang berbicara dengan teman di kelas sebelah! Aku langsung membalikkan badan. Oh, payah! Sesekali aku melirik ke belakang, Nesha masih terus berbicara dengan temannya. Saat aku menoleh ke belakang lagi, Nesha sudah tidak ada! Aku kembali berjalan, mungkin dia belum jauh. Aku dengan cepat menyelinap di antara kerumunan anak-anak lain yang akan pulang. Menuruni tangga dengan cepat, dan ya kulihat dia sedang berjalan di koridor setelah tangga, sendirian! Aku mempercepat langkahku. Aku pun berada di belakangnya dan tiba-tiba Dimas muncul!

“Eh,Tan!” Seru Dimas. Nesha berbalik dan melihatku, dia tampak terkejut. Aku langsung berjalan menuju Dimas dengan cepat.

“Eh,Dim!” balasku. Nesha pun berjalan di samping kami. Tak menoleh atau apapun. Lurus begitu saja.

“Nesha!” tiba-tiba aku memanggilnya. Oh,sungguh aku memanggilnya?! Nesha berbalik dan menatapku bingung. Mau tak mau aku meninggalkan Dimas dan berjalan mendekati Nesha. Meskipun sekitar ku ramai, aku bisa mendengar detak jantungku sendiri O_O

“Kenapa,Tan?” tanya Nesha. Kau tahu? Suara itu! Mengapa suara itu begitu lembut di telingaku -_- Aku tidak berlebihan, itulah kenyataan yang ku rasakan.

“Ini, aku mau kemba-“ Aku merogoh saku celanaku, tidak ada apa-apa! Sial! Aku kembali merogoh-rogoh, kosong, benar-benar kosong! Nesha menatapku.

“Kenapa,Tan?” tanyanya lagi. Pertanyaan yang sama. Aku cengar-cengir.

“Gak jadi.” Jawabku pelan. Dia menatapku kaget lalu tertawa kecil.

“Oh, baiklah.” Balasnya lalu berjalan pergi meninggalkanku. Ingin ku kembali memanggilnya, tapi untuk apa? Origami itu hilang. Karena ku.
***
Nesha’s P.O.V

Aneh, tadi Tristan kenapa manggil aku? Pas ditanya kenapa, dia malah bilang gak jadi, mukanya juga kayak panik. Kenapa ya? Oh iya, origaminya hilang… Seingatku aku masukkan ke dalam tas tapi tidak ada. Dan tadi pagi juga dia membantuku untuk berdiri saat jatuh hihi, senang-

“Eh senangnya!” Tiba-tiba pedal sepedaku menjadi begitu longgar, sepedanya oleng dan aku hampir jatuh. Aku diamkan sepedaku, lalu aku lihat ke bawah dan… ah rantainya copot! Aku segera turun dari sepeda dan meminggirknnya, tak lupa ku pasang standar agar sepedanya bisa berdiri. Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal, artinya aku bingung dan pusing! 

Bagaimana ini? Aku tidak bisa pulang kalau rantainya copot. Aku juga tidak tahu bagaimana cara memasangnya kembali.

“Hmm, mungkin aku coba saja dulu.” Ucapku pada diri sendiri, perlahan aku jongkok dan mulai mencoba memasang rantai itu kembali. Duh, rantai ini kotor sekali, jari-jariku jadi hitam, ah peduli amat! Aku terus mencoba memasang rantai itu kembali tapi sulit!

“Nesha?” suara itu mengejutkanku, suara yang ku hapal. Aku menoleh perlahan dan ya,

“Tristan?”

“Kamu ngapain? Tangan kamu?” tanyanya melihat tanganku yang kotor.

“Hehehe, biasa,rantainya copot.” Jawabku berdiri sembari cengar-cengir. Tristan manggut-manggut.

“Aku bantu ya,” ucapnya lalu jongkok dan berkumul dengan rantaiku yang copot. Tak lama kemudian, rantai itu pun terpasang kembali.

“Nah, sudah selesai. Mudah kok!” ucapnya sambil tersenyum. Aku balas tersenyum.

“Makasih ya.” Balasku pelan.

“Oh iya, karena tangan kita kotor..” ucapnya merogoh saku celana kananya, ia mengeluarkan selembar sapu tangan.

“Sini tangan kamu.” Ucapnya.

“Hah?”

“Sini,” ucapnya lalu meraih telapak tanganku yang kotor dan mengelapnya secara perlahan. Ku merasakan wajahku panas. Dan tanpa sadar ku menarik napasku. Tak ku sangka Tristan bisa bersikap seperti ini..

“Nes, kok tangan kamu panas ya?” tanya Tristan. Aku langsung menarik tanganku cepat.

Ia menatapku dan tertawa lepas,” Aku bercanda kok.” Ucapnya, kali ini ia membersihkan telapak tangannya sendiri.

“Oh iya,” ucapku tertahan. 

Tristan menatapku, “Kenapa?” tanyanya.

“Mmm…itu.. origaminya.. hilang.” Jawabku. Ku lihat wajah Tristan, ia nampak terkejut!

“Oh itu..” ucapnya dengan wajah yang kembali tenang.

“Nanti aku buatkan lagi.” Lanjutnya. Aku terkejut.

“Kamu gak marah?” tanyaku. 

Ia tertawa. “Buat apa marah? Toh origami itu gak akan balik lagi kan?”

Aku mengangguk pelan. Lalu kami terdiam.

“Oh ya, kamu pulangnya ke arah sana kan?” tanyanya menunjuk jalan di belakangku.

“Iya, kenapa?” tanyaku.

Ia tersenyum, “Bareng yuk?Aku yang bawa sepedanya, kamu aku bonceng. Gimana?” tawarnya.

Jantungku berdebar, rasanya seperti akan meledak. Lalu aku mengangguk dan tersenyum.

“Boleh.” Jawabku.

Kami pun pulang bersama! Ya bersama! Entah mengapa hari ini terasa begitu indah... apa karena ada Tristan di dekatku? Hihihi...
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar