Kamis, 23 Juni 2011

I SEE YOU - PART.1

Siapa dia? Dia duduk di bangku taman yang biasanya selalu aku tempati. Rambut coklat gelapnya bergelombang di tiup angin.Dia tampak duduk dengan begitu nyaman.
“Kau ini…siapa?” tanyaku dari arah belakangnya. Saat aku berdiri di hadapannya… astaga! Kedua matanya terbuka lebar, menatap lurus ke depan namun begitu… teduh dan lembut. Dia celingak-celinguk.
“Maaf, siapa di situ?” tanyanya balik.
Lalu… aku melihat tangan kanannya memegang tongkat… Dia..? Apakah dia…
“Aku San. Kau siapa?” tanyaku. Dia tersenyum.
“Aku Horan.” Jawabnya pelan. Oh jadi namanya Horan.
“Mmm maaf, apa kau tidak bisa melihat?” tanyaku hati-hati. Dia mengangguk kali ini.
“Ya, sejak lahir kata Ibuku.” Jawabnya begitu santai. Untung saja, ku pikir pertanyaanku akan menyakitinya. Ternyata tidak.
“Duduklah.” Ucapnya. Aku pun langsung menurutinya.
Kami pun terdiam. Menjelajah pikiran masing-masing. Harum tanah basah tercium. Ya, pagi ini hujan turun. Embunnya pun masih terlihat di dedaunan dan bunga di taman ini. Tempat favoritku selama ini. Yang terbaik.
“San,”
“Ya?” tanyaku kaget.
“Kau suka berdiam di sini?” tanyanya. Aku menggaruk kepalaku dan tersenyum. Ah, untuk apa aku tersenyum, toh dia tidak bisa melihat senyumku..
“Ya begitulah…mencari udara segar…” jawabku.
“Senangnya..” timpalnya tersenyum. Senyum itu…
“Kau orang baru ya di sini?” tanyaku.
“Ya begitulah…” Wah, dia mengikuti kalimatku tadi. Ckckck.
“Kau tinggal dimana?” tanyaku lagi.
“Ibu bilang, rumah kami yang memiliki pagar kayu, taman penuh bunga lavender, dan bertingkat satu.” Jawabnya.
Tunggu… bunga lavender? Sepertinya aku sering melihat bunga-bunga berwarna ungu itu saat aku akan berangkat sekolah…
“Kau tetanggaku!” seruku, entah mengapa begitu… bersemangat.
Dia menoleh dan tersenyum.
“Wah, tak ku sangka.” Ucapnya.
“Aku juga, hehe..” balasku.
***

“Saaaan! Cepat belikan Ibu lobak putih!” seru Ibu dari dapur. Ibu ini bagaimana sih. Tidak tahu apa kalau aku sedang menonton TV. Film yang ku tunggu-tunggu tayang perdana hari ini! Bagaimana caranya aku bisa nonton kalau di suruh beli lobak putih?
“Suruh kakak saja!” teriakku.
BLETAK! Tiba-tiba dari belakang kakak memukulku dengan buku pelajarannya yang begitu tebal T-T Jahaaaaat… Meskipun kakakku perempuan, tenaganya memang kuat sekali. Adik sendiri pun di siksanya.
“Kau ini! Cepat sana turuti permintaan Ibu!” seru kakak.
“Kakak saja, kan kau sedang menganggur!” balasku.
BLETAK! DIA MEMUKULKU LAGI!!!
“Kau! Kerjaanku sekarang lebih penting daripada dirimu yang hanya bisa menonton TV! Cepat beli lobak!!!!” serunya menatapku dengan tatapan ingin memangsa.
“Ah! Awas kau!” seruku lalu bangun dari sofa dan berjalan ke dapur.
“Mana uangnya Bu?” tanyaku.
“Ini, beli dua ya, pilih yang paling bagus!” jawab Ibu lalu mendorongku ke pintu keluar.
“Ibu minta tolong padaku atau mau mengusirku,sih?!” tanyaku kesal di dorong seperti itu.
“Sudahlah cepat sana! Kau kan jalannya lambat!”
“Ibu-“ Aku berbalik dan pintu sudah di tutup. Ah, nasib!
Dengan kesal aku berlari dan membuka pintu gerbang dan… BRAAK!! Aku menabrak seseorang!
“Aduh… Horan?!” tanyaku panik begitu menyadari bahwa orang yang kutabrak adalah Horan. Dia sampai tertelungkup di jalanan.
“Ah, maafkan aku! Sini aku bantu berdiri!” seruku mengangkatnya berdiri, cukup berat. Lalu aku menatapnya, dia memejamkan matanya. Kedua telapak tangannya terkepal kuat.
“Horan? Kau baik-baik saja kan?” tanyaku cemas.
Dia membuka matanya dan air matanya mengalir cepat. Dia.. bisa menangis juga ternyata?
“Bodoh! Kenapa bisa menabrakku!” serunya menghentak-hentakkan tongkatnya.
“Maaf..aku tidak sengaja..” ucapku.
“Sakit tahu!” serunya lagi. Se-detik kemudian aku tertawa.
“Kau! Kenapa malah tertawa,hah?!” serunya.
“Hahaha huffpph- maaf,aku tak bisa menahannya, kau begitu lucu saat marah tadi..” jawabku berusaha menghentikan tawaku.
“Sudah. Aku mau pergi dulu! Permisi!” teriaknya lalu berjalan pelan dengan bunyi ‘tuk tuk tuk’ dari tongkatnya.
Dengan cepat aku menarik lengannya.
“Apalagi?!” tanyanya.
“Kau mau pergi kemana?” tanyaku.
“Supermarket.Memangnya kenapa?” tanyanya balik. Kini suaranya agak melunak.
Aku tersenyum.
“Aku ikut ya? Aku di suruh membeli lobak.” Jawabku.
“Ya sudah.” Ucapnya lalu berjalan lagi, kini langkahnya lebih cepat. Tak ku sangka..
“Tunggu! Kita berjalan bersama-sama!”
***

Pertemanan kami, aku dan Horan semakin membaik. Kami jadi sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama-sama.
Di pagi hari aku selalu mengajaknya berkeliling taman dan akhirnya duduk di bangku taman sambil bercerita atau sekedar main tebak-tebakan.
Horan seorang yang periang. Dia selalu tersenyum. Dia menyebutku bandit kecil, entah mengapa dia bisa menyebutku seperti itu.
Horan mempunyai lesung pipi saat dia bicara,tersenyum,dan tertawa. Pipinya akan merah merona saat tertawa begitu kencang. Hidungnya akan memerah saat kedinginan. Se-merah apel.
Pernah suatu malam aku mengajaknya melihat bintang di depan rumahku. Ya.. aku tahu dia tidak dapat melihat, tapi akan ku ceritakan padanya.. bagaimana bintang malam itu di langit sana.
“Mulailah bercerita!” seru Horan begitu semangat.
“Bintangnya banyak sekali… mereka bertaburan di langit.. mereka berkelap-kelip.. mereka seperti sedang berlomba untuk menjadi bintang yang paling terang..” ku lirik Horan, dia tersenyum. Tangan kanannya menggapai-gapai ke langit.
“Kau sedang apa?” tanyaku.
Ia tersenyum lagi,”Aku ingin merasakan bintang..” jawabnya.
Aku tertawa.
“Ya, aku tahu ini gila. Lanjutkan ceritamu!” serunya.
“Mmm..apa ya..”
“Bagaimana dengan rasi bintang?Kau melihatnya?” tanyanya bersemangat. Aku terdiam menatap langit…meneliti satu per satu.
“Ah, aku melihatnya!” seruku.
“Apa?”
“Aku tidak begitu yakin tapi, terlihat seperti Andromeda..” jawabku.
“Apa lagi? Apa masih ada lagi?” tanyanya tak sabaran.
“Tunggu, akan ku lihat dulu. Tapi, apa kau tahu bagaimana bentuk Andromeda?” tanyaku.
Horan terdiam, senyumnya lenyap, matanya yang berbinar-binar entah menguap kemana.. pertanyaanku salah. Sangat salah. Bodoh.
“Maaf, maaf atas pertanyaanku, lupakan saja..” ucapku penuh penyesalan.
Tiba-tiba aku merasa ada yang menyentuh tanganku.. Horan menggenggam tanganku, tangannya begitu hangat.
“San..” panggilnya pelan.
“Ya?” tanyaku.
“Ibuku bilang, aku bisa melihat lagi. Menurutmu apa itu benar?”
Aku terdiam, ada sesuatu yang menyentuh hatiku.
“Mmm..tentu saja, kau layak untuk melihat dunia ini.” Jawabku. Dia tersenyum.
“Termasuk melihatmu?” tanyanya.
“Ya.. tentu saja..” Aku menoleh padanya dan tersenyum.
“Melihatku..” ucapku lagi.
Horan.. aku tahu sekarang, dia begitu spesial.
Aku merasakannya. Aku menyukainya, dan ingin selalu bersamanya. Akan ku ceritakan padanya dunia ini..
“Kau sedang menatapku ya?”
“Ah.. iya.” Aku tertunduk malu. Namun aku bahagia.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamis, 23 Juni 2011

I SEE YOU - PART.1

Siapa dia? Dia duduk di bangku taman yang biasanya selalu aku tempati. Rambut coklat gelapnya bergelombang di tiup angin.Dia tampak duduk dengan begitu nyaman.
“Kau ini…siapa?” tanyaku dari arah belakangnya. Saat aku berdiri di hadapannya… astaga! Kedua matanya terbuka lebar, menatap lurus ke depan namun begitu… teduh dan lembut. Dia celingak-celinguk.
“Maaf, siapa di situ?” tanyanya balik.
Lalu… aku melihat tangan kanannya memegang tongkat… Dia..? Apakah dia…
“Aku San. Kau siapa?” tanyaku. Dia tersenyum.
“Aku Horan.” Jawabnya pelan. Oh jadi namanya Horan.
“Mmm maaf, apa kau tidak bisa melihat?” tanyaku hati-hati. Dia mengangguk kali ini.
“Ya, sejak lahir kata Ibuku.” Jawabnya begitu santai. Untung saja, ku pikir pertanyaanku akan menyakitinya. Ternyata tidak.
“Duduklah.” Ucapnya. Aku pun langsung menurutinya.
Kami pun terdiam. Menjelajah pikiran masing-masing. Harum tanah basah tercium. Ya, pagi ini hujan turun. Embunnya pun masih terlihat di dedaunan dan bunga di taman ini. Tempat favoritku selama ini. Yang terbaik.
“San,”
“Ya?” tanyaku kaget.
“Kau suka berdiam di sini?” tanyanya. Aku menggaruk kepalaku dan tersenyum. Ah, untuk apa aku tersenyum, toh dia tidak bisa melihat senyumku..
“Ya begitulah…mencari udara segar…” jawabku.
“Senangnya..” timpalnya tersenyum. Senyum itu…
“Kau orang baru ya di sini?” tanyaku.
“Ya begitulah…” Wah, dia mengikuti kalimatku tadi. Ckckck.
“Kau tinggal dimana?” tanyaku lagi.
“Ibu bilang, rumah kami yang memiliki pagar kayu, taman penuh bunga lavender, dan bertingkat satu.” Jawabnya.
Tunggu… bunga lavender? Sepertinya aku sering melihat bunga-bunga berwarna ungu itu saat aku akan berangkat sekolah…
“Kau tetanggaku!” seruku, entah mengapa begitu… bersemangat.
Dia menoleh dan tersenyum.
“Wah, tak ku sangka.” Ucapnya.
“Aku juga, hehe..” balasku.
***

“Saaaan! Cepat belikan Ibu lobak putih!” seru Ibu dari dapur. Ibu ini bagaimana sih. Tidak tahu apa kalau aku sedang menonton TV. Film yang ku tunggu-tunggu tayang perdana hari ini! Bagaimana caranya aku bisa nonton kalau di suruh beli lobak putih?
“Suruh kakak saja!” teriakku.
BLETAK! Tiba-tiba dari belakang kakak memukulku dengan buku pelajarannya yang begitu tebal T-T Jahaaaaat… Meskipun kakakku perempuan, tenaganya memang kuat sekali. Adik sendiri pun di siksanya.
“Kau ini! Cepat sana turuti permintaan Ibu!” seru kakak.
“Kakak saja, kan kau sedang menganggur!” balasku.
BLETAK! DIA MEMUKULKU LAGI!!!
“Kau! Kerjaanku sekarang lebih penting daripada dirimu yang hanya bisa menonton TV! Cepat beli lobak!!!!” serunya menatapku dengan tatapan ingin memangsa.
“Ah! Awas kau!” seruku lalu bangun dari sofa dan berjalan ke dapur.
“Mana uangnya Bu?” tanyaku.
“Ini, beli dua ya, pilih yang paling bagus!” jawab Ibu lalu mendorongku ke pintu keluar.
“Ibu minta tolong padaku atau mau mengusirku,sih?!” tanyaku kesal di dorong seperti itu.
“Sudahlah cepat sana! Kau kan jalannya lambat!”
“Ibu-“ Aku berbalik dan pintu sudah di tutup. Ah, nasib!
Dengan kesal aku berlari dan membuka pintu gerbang dan… BRAAK!! Aku menabrak seseorang!
“Aduh… Horan?!” tanyaku panik begitu menyadari bahwa orang yang kutabrak adalah Horan. Dia sampai tertelungkup di jalanan.
“Ah, maafkan aku! Sini aku bantu berdiri!” seruku mengangkatnya berdiri, cukup berat. Lalu aku menatapnya, dia memejamkan matanya. Kedua telapak tangannya terkepal kuat.
“Horan? Kau baik-baik saja kan?” tanyaku cemas.
Dia membuka matanya dan air matanya mengalir cepat. Dia.. bisa menangis juga ternyata?
“Bodoh! Kenapa bisa menabrakku!” serunya menghentak-hentakkan tongkatnya.
“Maaf..aku tidak sengaja..” ucapku.
“Sakit tahu!” serunya lagi. Se-detik kemudian aku tertawa.
“Kau! Kenapa malah tertawa,hah?!” serunya.
“Hahaha huffpph- maaf,aku tak bisa menahannya, kau begitu lucu saat marah tadi..” jawabku berusaha menghentikan tawaku.
“Sudah. Aku mau pergi dulu! Permisi!” teriaknya lalu berjalan pelan dengan bunyi ‘tuk tuk tuk’ dari tongkatnya.
Dengan cepat aku menarik lengannya.
“Apalagi?!” tanyanya.
“Kau mau pergi kemana?” tanyaku.
“Supermarket.Memangnya kenapa?” tanyanya balik. Kini suaranya agak melunak.
Aku tersenyum.
“Aku ikut ya? Aku di suruh membeli lobak.” Jawabku.
“Ya sudah.” Ucapnya lalu berjalan lagi, kini langkahnya lebih cepat. Tak ku sangka..
“Tunggu! Kita berjalan bersama-sama!”
***

Pertemanan kami, aku dan Horan semakin membaik. Kami jadi sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama-sama.
Di pagi hari aku selalu mengajaknya berkeliling taman dan akhirnya duduk di bangku taman sambil bercerita atau sekedar main tebak-tebakan.
Horan seorang yang periang. Dia selalu tersenyum. Dia menyebutku bandit kecil, entah mengapa dia bisa menyebutku seperti itu.
Horan mempunyai lesung pipi saat dia bicara,tersenyum,dan tertawa. Pipinya akan merah merona saat tertawa begitu kencang. Hidungnya akan memerah saat kedinginan. Se-merah apel.
Pernah suatu malam aku mengajaknya melihat bintang di depan rumahku. Ya.. aku tahu dia tidak dapat melihat, tapi akan ku ceritakan padanya.. bagaimana bintang malam itu di langit sana.
“Mulailah bercerita!” seru Horan begitu semangat.
“Bintangnya banyak sekali… mereka bertaburan di langit.. mereka berkelap-kelip.. mereka seperti sedang berlomba untuk menjadi bintang yang paling terang..” ku lirik Horan, dia tersenyum. Tangan kanannya menggapai-gapai ke langit.
“Kau sedang apa?” tanyaku.
Ia tersenyum lagi,”Aku ingin merasakan bintang..” jawabnya.
Aku tertawa.
“Ya, aku tahu ini gila. Lanjutkan ceritamu!” serunya.
“Mmm..apa ya..”
“Bagaimana dengan rasi bintang?Kau melihatnya?” tanyanya bersemangat. Aku terdiam menatap langit…meneliti satu per satu.
“Ah, aku melihatnya!” seruku.
“Apa?”
“Aku tidak begitu yakin tapi, terlihat seperti Andromeda..” jawabku.
“Apa lagi? Apa masih ada lagi?” tanyanya tak sabaran.
“Tunggu, akan ku lihat dulu. Tapi, apa kau tahu bagaimana bentuk Andromeda?” tanyaku.
Horan terdiam, senyumnya lenyap, matanya yang berbinar-binar entah menguap kemana.. pertanyaanku salah. Sangat salah. Bodoh.
“Maaf, maaf atas pertanyaanku, lupakan saja..” ucapku penuh penyesalan.
Tiba-tiba aku merasa ada yang menyentuh tanganku.. Horan menggenggam tanganku, tangannya begitu hangat.
“San..” panggilnya pelan.
“Ya?” tanyaku.
“Ibuku bilang, aku bisa melihat lagi. Menurutmu apa itu benar?”
Aku terdiam, ada sesuatu yang menyentuh hatiku.
“Mmm..tentu saja, kau layak untuk melihat dunia ini.” Jawabku. Dia tersenyum.
“Termasuk melihatmu?” tanyanya.
“Ya.. tentu saja..” Aku menoleh padanya dan tersenyum.
“Melihatku..” ucapku lagi.
Horan.. aku tahu sekarang, dia begitu spesial.
Aku merasakannya. Aku menyukainya, dan ingin selalu bersamanya. Akan ku ceritakan padanya dunia ini..
“Kau sedang menatapku ya?”
“Ah.. iya.” Aku tertunduk malu. Namun aku bahagia.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar