Jumat, 17 Juni 2011

The Stranger - Part 1

Semuanya menjadi berantakan. Semuanya! Entahlah mengapa orang-orang selalu menginginkan hasil yang sempurna. Kalau mereka tahu seperti apa yang sempurna itu, kenapa mereka tidak membuatnya saja sendiri? Lebih mudah kan?

“Mau kemana?” Ibu menatapku. Aku balas menatapnya lalu membuang muka dan tetap berjalan menuju pintu keluar.

“Tunggu!” Ibu menarik lenganku.

“Mau kemana?” tanyanya lagi. Aku melepaskan cengkramannya pelan.

“Ke suatu tempat yang menerima orang bodoh seperti yang ayah bilang padaku.” Jawabku lau kembali berjalan.

Ku buka pintu keluar itu dan se cepat mungkin aku pergi dari rumah itu. Sayup-sayup aku mendengar suara Ibu memanggilku. Aku pun berlari.

***

Aku harus pergi kemana?

Ckckckc…aku memang sudah kabur, tapi kemana tujuanku sekarang? Bodoh. Ya ya ya, seperti yang ayah bilang. Aku hanyalah anak yang bodoh.

Ayah tidak suka nilai-nilaiku di sekolah. Bagiku itu sudah bagus. Angka 80 dan 90. Apanya yang tidak bagus? Ayah hanya ingin melihat angka 100 di rapotku. Ayah ingin semuanya sempurna. Sempurna! Sempurna! Apa sih hebatnya kata sempurna! Kata itu membebaniku, bahkan hidupku.

Ayah seorang professor. Kurasa ayah selalu mendapatkan apapun yang sempurna untuk hidupnya. Kecuali diriku, aku bukan anak yang sempurna baginya. Aku tak mau menjadi professor juga, aku tak mau tergila-gila akan kata sempurna seperti dirinya.

Aku tahu, bagaimanapun ayah adalah ayahku, ayah kandungku. Tapi, aku tak pernah merasakan bagaimana kasih sayang seorang ayah terhadap anaknya. Setiap kali bertemu di rumah, ayah selalu menatapku dengan tatapan tajam dan menyuruhku belajar, belajar, dan belajar. Ayah lebih sering berada di tempat kerjanya. Untuk sekedar sarapan pagi atau makan malam pun jarang sekali. Kalaupun kedua hal itu terjadi, ayah akan diam dengan makanannya.

Aku pun sampai di depan sekolahku. Hah…kenapa kedua kaki ini membawaku ke sini? Aku kabur kan karena nilai sekolahku. Kenapa pula aku malah mendatangi sumber masalahku? Mmm sebenarnya bukan benar-benar sumbernya, yang paling bermasalah sih ayahku. Tapi,… ah sudahlah, lebih baik aku masuk saja!

Sekolah sepi, untung saja gerbangnya terbuka. Aku berjalan melewati halaman parkir. Ada dua tiga motor yang terparkir. Mungkin aku tidak sendirian. Aku terus berjalan memasuki teras depan sekolah, aku langsung belok kanan dan melewati koridor sekolah, di sampingku halaman tengah yang biasanya dipakai untuk upacara. Kalau sepi begini, sekolahku tampak luas sekali ya… agak menyeramkan juga.

Aku pun naik tangga menuju kelasku. Ya kelasku berada di lantai dua. Kelasku berada di paling pojok. Kalau telat aku harus sekuat tenaga berlari, dari tangga ke kelasku yang dipojok jaraknya agak jauh. Hah… entah kenapa aku jadi ingin berlari.

Baiklah,… aku pun berlari menuju kelasku. 

Tak kusangka rasanya begitu menyenangkan. Seperti pesawat yang sedang take-off. Aku tertawa puas. Kalau ayahku melihat ini, ayah pasti akan menyebutku bodoh lagi. Karena aku sudah melakukan sesuatu yang sepertinya memang kurang kerjaan. Hahaha.

Aku langsung terduduk di depan kelasku. Napasku berantakan sekali. Tapi aku puas, aku tak bisa berhenti tertawa dan tersenyum.

“Mau minum?”.

“Aaaa!!” rasanya ada yang memompa jantungku dengan satu kejutan. Aku langsung terloncat.

“Kau kaget?Mm..maaf.” Aku mendongak dan kulihat seorang laki-laki yang sebaya denganku sedang menatapku sembari menggenggam se botol air mineral.

“Kau siapa?” tanyaku sinis.

“Aku Call.” Jawabnya tenang.

“Call..?” tanyaku bingung.

“Callum. Orang-orang biasanya memanggilku Call. Dan…kau?” tanyanya balik.

“Aku Sam. Samantha.” Jawabku, lalu…”Ah, untuk apa juga aku memberitahu namaku. Apa yang kau lakukan di kelasku?” tanyaku. Ia tertawa. Anak aneh bernama Call itu tertawa? Buat apa!

“Oh ini kelasmu ya. Hmmm…aku hanya mencoba mencari tempat yang pas.” Jawabnya santai.

“Untuk apa?” tanyaku tanpa merendahkan suaraku.

“Aku sedang menulis.” Jawabnya.

“Menulis?Hhh..sudahlah. Tapi kau ini siapa? Aku tak pernah melihatmu. Kau sama sekali bukan teman sekelasku. Apa kau penyusup?” tanyaku. Ia tertawa lagi.

“Haha..penyusup apanya.” Balasnya lalu masuk ke dalam kelasku.

“Hei kau!” teriakku mengikutinya masuk ke dalam kelas. Ia menghampiri bangkuku, ia menutup leptop yang ada di atas mejaku. Ia menempati bangkuku? Hah, anak ini..

“Itu bangkuku!” seruku kesal. Ia menatapku.

“Oh, bangkumu…” ucapnya tidak peduli sama sekali. Ia pun membawa leptopnya dan berjalan menghampiriku yang terpaku di dekat pintu.

“Sampai jumpa minggu depan ya,” ucapnya tersenyum lalu pergi. Aku mengikutinya dari belakang lalu mencegatnya cepat.

“Apa maksudmu?” tanyaku. Ia tersenyum.

“Kau akan bertemu denganku lagi minggu depan.” Jawabnya lalu kembali berjalan.

“Untuk apa bertemu denganmu lagi?” tanyaku.

“Sudahlah, lihat saja nanti, aku pulang dulu ya.” Jawabnya menepuk kepalaku pelan. Aku terpaku. Dan ia terus berjalan.

“Eh…dia menepuk kepalaku…” ucapku pelan.

Aku mengejarnya. Ia sudah menghilang dari hadapanku. Ku tengok dari atas, ia sedang berjalan di lapangan tengah. Aku mempercepat langkahku dan menuruni tangga se cepat mungkin.

“Tunggu!” teriakku. Ia berbalik. Aku terus berlari mendekatinya.

“Kau atlet ya?” tanyanya saat aku sudah berada di hadapannya.

“Atlet apa?” tanyaku bingung campur kesal.

“Iya, kau atlet lari. Daritadi kerjaanmu berlari.” Jawabnya.

“Kau..kau melihatku berlari? Di depan kelas tadi?” tanyaku. Ia mengangguk dan tersenyum.

“Aku melihat dari jendela.” Jawabnya.

“Untuk apa kau melihat segala!” seruku kesal.

“Aku kan hanya melihat. Lagipula kau tidak melarangku.” Balasnya.

“Bagaimana aku tahu kau ada di kelas tadi,hah?!” tanyaku...” Lagipula, kau ini sebenarnya siapa? Aku tak pernah melihatmu sebelumnya! Dan kau kenapa duduk di bangkuku tadi,hah?!”

Ia tertawa. Hah. Entah apa yang lucu.

“Aku Callum. Kan tadi aku sudah bilang padamu. Masalah bangkumu, aku tidak tahu itu bangkumu, aku hanya asal duduk saja!” jawabnya.

“Maksudku.. kau ini... ah bagaimana ya... kau ini...”

“Aku siswa baru di sini. Puas?”

“Siswa baru?!” tanyaku kaget.

“Ya. Aku hanya sedang melihat-lihat kelas baruku.” Jawabnya.

Aku berpikir sebentar..

“Kau.. akan menempati kelasku?” tanyaku. Ia mengangguk.

“Ya, mohon bantuannya ya, Sam.” Jawabnya tersenyum.

“....”

“Kalau begitu aku pergi ya, jangan mengejarku lagi. Haha.” Ucapnya melambaikan tangan lalu berjalan menjauhiku.

‘Jangan mengejarku lagi.’

Hah. Sudah namanya aneh, siswa baru, anak itu percaya diri sekali. Dasar.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jumat, 17 Juni 2011

The Stranger - Part 1

Semuanya menjadi berantakan. Semuanya! Entahlah mengapa orang-orang selalu menginginkan hasil yang sempurna. Kalau mereka tahu seperti apa yang sempurna itu, kenapa mereka tidak membuatnya saja sendiri? Lebih mudah kan?

“Mau kemana?” Ibu menatapku. Aku balas menatapnya lalu membuang muka dan tetap berjalan menuju pintu keluar.

“Tunggu!” Ibu menarik lenganku.

“Mau kemana?” tanyanya lagi. Aku melepaskan cengkramannya pelan.

“Ke suatu tempat yang menerima orang bodoh seperti yang ayah bilang padaku.” Jawabku lau kembali berjalan.

Ku buka pintu keluar itu dan se cepat mungkin aku pergi dari rumah itu. Sayup-sayup aku mendengar suara Ibu memanggilku. Aku pun berlari.

***

Aku harus pergi kemana?

Ckckckc…aku memang sudah kabur, tapi kemana tujuanku sekarang? Bodoh. Ya ya ya, seperti yang ayah bilang. Aku hanyalah anak yang bodoh.

Ayah tidak suka nilai-nilaiku di sekolah. Bagiku itu sudah bagus. Angka 80 dan 90. Apanya yang tidak bagus? Ayah hanya ingin melihat angka 100 di rapotku. Ayah ingin semuanya sempurna. Sempurna! Sempurna! Apa sih hebatnya kata sempurna! Kata itu membebaniku, bahkan hidupku.

Ayah seorang professor. Kurasa ayah selalu mendapatkan apapun yang sempurna untuk hidupnya. Kecuali diriku, aku bukan anak yang sempurna baginya. Aku tak mau menjadi professor juga, aku tak mau tergila-gila akan kata sempurna seperti dirinya.

Aku tahu, bagaimanapun ayah adalah ayahku, ayah kandungku. Tapi, aku tak pernah merasakan bagaimana kasih sayang seorang ayah terhadap anaknya. Setiap kali bertemu di rumah, ayah selalu menatapku dengan tatapan tajam dan menyuruhku belajar, belajar, dan belajar. Ayah lebih sering berada di tempat kerjanya. Untuk sekedar sarapan pagi atau makan malam pun jarang sekali. Kalaupun kedua hal itu terjadi, ayah akan diam dengan makanannya.

Aku pun sampai di depan sekolahku. Hah…kenapa kedua kaki ini membawaku ke sini? Aku kabur kan karena nilai sekolahku. Kenapa pula aku malah mendatangi sumber masalahku? Mmm sebenarnya bukan benar-benar sumbernya, yang paling bermasalah sih ayahku. Tapi,… ah sudahlah, lebih baik aku masuk saja!

Sekolah sepi, untung saja gerbangnya terbuka. Aku berjalan melewati halaman parkir. Ada dua tiga motor yang terparkir. Mungkin aku tidak sendirian. Aku terus berjalan memasuki teras depan sekolah, aku langsung belok kanan dan melewati koridor sekolah, di sampingku halaman tengah yang biasanya dipakai untuk upacara. Kalau sepi begini, sekolahku tampak luas sekali ya… agak menyeramkan juga.

Aku pun naik tangga menuju kelasku. Ya kelasku berada di lantai dua. Kelasku berada di paling pojok. Kalau telat aku harus sekuat tenaga berlari, dari tangga ke kelasku yang dipojok jaraknya agak jauh. Hah… entah kenapa aku jadi ingin berlari.

Baiklah,… aku pun berlari menuju kelasku. 

Tak kusangka rasanya begitu menyenangkan. Seperti pesawat yang sedang take-off. Aku tertawa puas. Kalau ayahku melihat ini, ayah pasti akan menyebutku bodoh lagi. Karena aku sudah melakukan sesuatu yang sepertinya memang kurang kerjaan. Hahaha.

Aku langsung terduduk di depan kelasku. Napasku berantakan sekali. Tapi aku puas, aku tak bisa berhenti tertawa dan tersenyum.

“Mau minum?”.

“Aaaa!!” rasanya ada yang memompa jantungku dengan satu kejutan. Aku langsung terloncat.

“Kau kaget?Mm..maaf.” Aku mendongak dan kulihat seorang laki-laki yang sebaya denganku sedang menatapku sembari menggenggam se botol air mineral.

“Kau siapa?” tanyaku sinis.

“Aku Call.” Jawabnya tenang.

“Call..?” tanyaku bingung.

“Callum. Orang-orang biasanya memanggilku Call. Dan…kau?” tanyanya balik.

“Aku Sam. Samantha.” Jawabku, lalu…”Ah, untuk apa juga aku memberitahu namaku. Apa yang kau lakukan di kelasku?” tanyaku. Ia tertawa. Anak aneh bernama Call itu tertawa? Buat apa!

“Oh ini kelasmu ya. Hmmm…aku hanya mencoba mencari tempat yang pas.” Jawabnya santai.

“Untuk apa?” tanyaku tanpa merendahkan suaraku.

“Aku sedang menulis.” Jawabnya.

“Menulis?Hhh..sudahlah. Tapi kau ini siapa? Aku tak pernah melihatmu. Kau sama sekali bukan teman sekelasku. Apa kau penyusup?” tanyaku. Ia tertawa lagi.

“Haha..penyusup apanya.” Balasnya lalu masuk ke dalam kelasku.

“Hei kau!” teriakku mengikutinya masuk ke dalam kelas. Ia menghampiri bangkuku, ia menutup leptop yang ada di atas mejaku. Ia menempati bangkuku? Hah, anak ini..

“Itu bangkuku!” seruku kesal. Ia menatapku.

“Oh, bangkumu…” ucapnya tidak peduli sama sekali. Ia pun membawa leptopnya dan berjalan menghampiriku yang terpaku di dekat pintu.

“Sampai jumpa minggu depan ya,” ucapnya tersenyum lalu pergi. Aku mengikutinya dari belakang lalu mencegatnya cepat.

“Apa maksudmu?” tanyaku. Ia tersenyum.

“Kau akan bertemu denganku lagi minggu depan.” Jawabnya lalu kembali berjalan.

“Untuk apa bertemu denganmu lagi?” tanyaku.

“Sudahlah, lihat saja nanti, aku pulang dulu ya.” Jawabnya menepuk kepalaku pelan. Aku terpaku. Dan ia terus berjalan.

“Eh…dia menepuk kepalaku…” ucapku pelan.

Aku mengejarnya. Ia sudah menghilang dari hadapanku. Ku tengok dari atas, ia sedang berjalan di lapangan tengah. Aku mempercepat langkahku dan menuruni tangga se cepat mungkin.

“Tunggu!” teriakku. Ia berbalik. Aku terus berlari mendekatinya.

“Kau atlet ya?” tanyanya saat aku sudah berada di hadapannya.

“Atlet apa?” tanyaku bingung campur kesal.

“Iya, kau atlet lari. Daritadi kerjaanmu berlari.” Jawabnya.

“Kau..kau melihatku berlari? Di depan kelas tadi?” tanyaku. Ia mengangguk dan tersenyum.

“Aku melihat dari jendela.” Jawabnya.

“Untuk apa kau melihat segala!” seruku kesal.

“Aku kan hanya melihat. Lagipula kau tidak melarangku.” Balasnya.

“Bagaimana aku tahu kau ada di kelas tadi,hah?!” tanyaku...” Lagipula, kau ini sebenarnya siapa? Aku tak pernah melihatmu sebelumnya! Dan kau kenapa duduk di bangkuku tadi,hah?!”

Ia tertawa. Hah. Entah apa yang lucu.

“Aku Callum. Kan tadi aku sudah bilang padamu. Masalah bangkumu, aku tidak tahu itu bangkumu, aku hanya asal duduk saja!” jawabnya.

“Maksudku.. kau ini... ah bagaimana ya... kau ini...”

“Aku siswa baru di sini. Puas?”

“Siswa baru?!” tanyaku kaget.

“Ya. Aku hanya sedang melihat-lihat kelas baruku.” Jawabnya.

Aku berpikir sebentar..

“Kau.. akan menempati kelasku?” tanyaku. Ia mengangguk.

“Ya, mohon bantuannya ya, Sam.” Jawabnya tersenyum.

“....”

“Kalau begitu aku pergi ya, jangan mengejarku lagi. Haha.” Ucapnya melambaikan tangan lalu berjalan menjauhiku.

‘Jangan mengejarku lagi.’

Hah. Sudah namanya aneh, siswa baru, anak itu percaya diri sekali. Dasar.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar